Jumat, 31 Oktober 2014

sistem filogenetik dan fenetik



SISTEM FILOGENETIK DAN
SISTEM FENETIK


OLEH :
MIKAEL C SITINJAK
NURLAINI LAILI
RATNA HAIRANI
RR SHOFIYAH NUR RAHMAH
WINNY FAHILLA RISTI

BIOLOGI ND A 2013

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2014






BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tumbuhan yang ada di bumi ini sangat banyak dan beraneka ragam. Bahkan di tiap daerah memiliki jenis makhluk hidup yang khas, yang tidak ditemukan di daerah lain. Adanya keanekaragaman tumbuhan ini menjadi suatu masalah dalam mengenal dan mempelajarinya. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem yang mengatur keanekaragaman yang ada. Dengan latar belakang ini, ada seorang tokoh Yunani yang mencetuskan ilmu taksonomi yaitu Theoprates pada tahun 370-285 SM yang kemudian dikembangkan oleh tokoh dari Swedia. Ilmu taksonomi ini merupakan ilmu tentang klasisikasi, identifikasi dan tatanama makhluk hidup.
Ilmu taksonomi ini bertujuan untuk mempermudah pengenalan dan pembelajaran terhadap makhluk hidup serta mempermudah dalam mengkomunikasikannya kepada orang lain. Ilmu taksonomi ini senantiasa berkembang dari masa ke masa, sehingga muncul tokoh - tokoh baru dalam taksonomi dan pendapat – pendapat serta teori - teori tentang taksonomi. Ilmu taksonomi ini melahirkan berbagai sistem klasifikasi yang berbeda – beda sesuai dengan dasar yang digunakan dalam kegiatan itu. Sistem klasifikasi yang dilahirkan dalam sejarah perkembangan taksonomi yaitu periode tertua yang belum memiliki sistem formal, sistem habitus, sistem numerik, sistem filogenik dan sistem kontemporer yang kemudian akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.
Kekerabatan merupakan salah satu aspek yang dipelajari dalam taksonomi hewan yang mencakup dua pengertian, yaitu kekerabatan filogenetik dan kekerabatn fenetik. Kekerabatan filogenetik merupakan kekerabatan yang didasarkan pada hubungan filogeni antara takson yang satu dengan takson yang lain. Sedangkan kekerabatan fenetik merupakan kekerabatan yang didasarkan pada persamaan dan perbedaan ciri-ciri yang tampak pada takson(Clifford dan Stephenson, 1975).
Penentuan kekerabatan filogenetik mutlak diperlukan fosil yang representatif yang dapat memberikan gambaran hubungan antara suatu taksondengan takson lain. Kekerabatan filogenetik sulit dipelajari tanpa tersedianya fosil yang representatif tersebut. Penentuan kekerabatan fenetik dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitaif. Kekerabatan fenetik secara kualitaif umumnya dilakukan dengan cara membandingkan persamaan dan perbedaan suatu ciri-ciri taksonomik yang dimiliki oleh masing-masing takson.
Mayr dan Ashlock (1991) menyebutkan bahwa ciri taksonomik meliputi ciri morfologi, anatomi, fisiologi, ekologi, dan geografi. Ciri yang dibandingkan sebanyak mungkin paling tidak ada 50 ciri. Makin banyak jumlah ciri yang yang mirip antara dua takson yang di bandingkan, berarti makin dekat hubungan kekerabatanya dan sebaliknya. Hasil perbandingan antara ciri yang mirip dengan semua ciri yang digunakan berupa nilai rata-rata kemiripan ciri, sekaligus menunjukan tingkat hubungan kekerabatan antara taksa yang dibandingakan. Nilai rata-rata kemiripan ciri, selanjutnya dapat digunakan untuk membuat fenogram (Djuhanda, 1981).

  


BAB II
PEMBAHASAN

1.      Sistem Filogenetik dari Pertengahan abad ke 19 hingga sekarang
Teori evolusi, teori desendens atau teori keturunan seperti yang diciptakan oleh darwin merupakan suatru teori hingga sekarang oleh sebagian orang terutama tokoh agama masih dianggap kontroversial dan tetap ditentang kendati ajaran itu tetap diterima dan cepat tersebar luas dikalangan kaum ilmuan yang begitu fanatik terhadap teori ini sampai ada yang menyatakan, bahwa “ evolusi bukannya teori lagi, tetapi adalah suatu aksioma yang tidak perlu diragukan kebenarannya, dan oleh krenanya tidak perlu diperdebatkan lagi “.
Sistem klasifikasi dalam periode ini berupaya untuk mengadakan penggolongan tumbuhan yang sekaligus mencerminkan urutan - urutan golongan itu dalam sejarah perkembangan filogenetiknya dan demikian juga menunjukan jauh dekatnya hubungan kekerabatan yang satu dengan yang lain. Jadi dalam klasifikasi ini dasar yang digunakan adalah “filogeni” dan dari sini lahirlah nama “sistem filogenetik” kenyataanya, bahwa kemudian muncul sistem klasifikasi yang berbeda, membuktikan bahwa persepsi dan interpretasi para ahli biologi mengenai yang disebut filogeni itu masih berbeda – beda.
Contoh tokoh – tokoh ahli taksonomi tumbuhan filogenetik sebagai berikut :
(1)   Alexander Braun (1805 – 1877)
Merupakan seorang ahli tumbuhan yang dikenal sebagai pakar morfologi dan pengenal baik “Flora Eropa Tengah”. Sebagai pelopor sistem filogenetik ia membedakan tumbuhan seperti dibawah ini :
·      Tingkat Briophyta :
I.          Kelas Thallodae (Algae, Lichenes, Fungi)
II.       Kelas Thallophyllodae (Chorinae, Muscinae)
·      Tingkat Cormophyta (Felices)
·      Tingkat Anthophyta
I.          Bagian besar Gymnospermae
II.       Bagian besar Angiospermae
II.a Kelas Monocotyledonae
II.b Kelas Dicotiledonae (Apetalae, Sympetalae, Eleutheropetalae)

(2)   A.W. Eichler (1839 – 1887)
Seorang ahli tumbuhan yang sangat termashur karena publikasinya melalui diagram – diagram bunga, dan editor Flora Braziliensis yang ditulis oleh von Martius (1794 – 1868), yang waktu menjadi guru besar di Munich pernah mengambil Eichler sebagai asitennya. Eichler juga pernah menjadi penulisbab tentang Coniferaedalam edisi pertama buku Die Naturlichen Pllanzen familienyang diterbitkan oleh engler (1844 – 1930) dan K. Prantl.
Klasifikasi alam tumbuhan menurut Eichler adalah sebagai berikut :
A.    Crytogamae
a)      Afdeling Thallophyta
·         Kelas Algae
·         Kelas Fungi (sebagai kelompok demikian pula Lichenes)
b)      Afdeling bryophyte
c)      Afdeling Pterydophyta
B.     Phanerogamae
a)      Afdeling Gymnospermae
b)      Afdeling Panerogamae
·         Kelas Monokotiledoneae
·         Kelas Dikotiledonae

(3)   Adolp Engler (1844-1930)
Merupakan ahli taksonomi tumbuhan yang berkebangsaan Jerman yang sangat termashur, penulis atau editor sejumlah karya-karya dalam taksonomi yang sangat penting, antara lain Die Naturlichen Pflanzenfamilien yang meliputi lebih dari 20 jilid dari bersama-sama dengan K. Prantl. Sistem engler membagi alam tumbuhan dalam sejumlah Afdeling yang garis-garis besarnya sebagai berikut :
a)      Afdeling Schizophyta
b)      Afdeling Phytosarcodyna
c)      Afdeling Flagellatae
d)     Afdeling Diniflagellatae
e)      Afdeling Bachilariophyta
f)       Afdeling Conjugate
g)      Afdeling Clorophyceae
h)      Afdeling Charophytae
i)        Afdeling Phaeophyceae
j)        Afdeling Rhodophyceae
k)      Afdeling Eumycetes
l)        Afdeling embryophyta asiphonogama
·         Sub Afdeling Bryophyita
·         Sub Afdeling Pteridophyta
m)    Afdeling Embryophyta siphonogama
·         Sub Afdeling gymnospermae
·         Sub Afdeling Angiospermae
*      Kelas Monocotiledoneae
*      Kelas Dicotyledoneae
Salah satu penyebab mengapa engler diterima secara luas oleh ahli – ahli tumbuhan ialah karena engler dan Plantl dalam bukunya Die Naturlichen Pflanzenfamilien menerapkan sitemnya untuk seluruh tumbuhan mulai dari Algae sampai kepada Spermatophyta. Engler berpendapat bahwa Monocotiledoneae lebih primitif dari pada Dicotiledoneae, dan bahwa Orchidaceae (anggrek) lebih maju dari pada Gramineae (rumput).
(4)   Charles E. Besseu (1845 – 1915)
Menjadi orang pertama yang menyajikan suatu sistem klasifikasi secara filogenetik. Ia tidak dapat menrima hipotesi – hipotesisnya Eichler dan Engler, dan sebagai ahli ilmu tumbuhan sangat dipengaruhi masalah asalnya jenis dan teori evolusi seperti yang dikemukakan oleh darwin dan wallace. Pada umunya sistem Bessey adalah seperti sistemnya Benthan dan Hooker yang ditatakembali dengan menerapkan asas-asas evaluasi dengan mengubah istilah “cohor” menjadi “bangsa” (ordo), “orders” menjadi “suku” (familia).
(5)   Richard Wettstein (1862 – 1831)
Salah seorang guru besar ilmu tumbuhan di Winadimana dalam sistem klasifikasinya menggunakan istilah “stamm” untuk kategori tertinggi barangkali sering menggunakan kata “divisi”. “Abteilung” untuk bagian “stamm” yang barangkali dapat dinamakan sekarang dengan “anak divisi”. Selain itu dia juga masih menggunakan istilah “unter abteilung” yang sekarang sukar dicari padananya.
(6)   Alfred B. Rendle (1865 – 1939
Ia terkenal bukan hanya studinya mengenai Gramineae, Oricidaceae, Najadaceaetetapi juga karena kepemimpinanyabertalian dengan penyusuan peraturan-peraturan pemberian nama secar internasional. Ia juga menulis Classification of Flowering Plants yang terdiri atas dua jilid, yang memuat sistem kjlasifikasinya yang pada dasarnya mengikuti sistemnya Engler dan Prantl. Sistem ciptaan Rendle lebih merupakan sistem filogenetik modern dalam arti yang sesungguhnya. Seperti Engler dan Plantl, ia juga berpendapat bahwa Monocotiledoneae adalah golongan paling primitif dibandingkan dengan Dicotiledoneae.
(7)   Karl C. Mets (1866 – 1944)
Metode penetuan jauh dekatnya hubungan kekerabatan antar tumbuhan yang dikembangkan Metz dan dibantu oleh Ziengenpix ini timbul dari anggapan bahwa setiap jenis tumbuhan mengandung protein yang pas bagi jenis itu dan timbul lain yang mempunyai hubungan kekerabatan dengan jenis itu di anggap mempunyai protein yang sejenis yang dpat dibuktikan melalui reaksi serologi atau teori serodinostik. Metode ini ternyata berkembang pesat dalam fiorlogi dan lazim diterapkan dalam mengidentifiikasi virus. Penerpannya dalam duniaa tumbuhan adlah sebagai berikut, mulai dari suatu jenis tumbuhan yang telah diketahui identifikasinya diakstrasi protein yang dianggap karasteristik untuk jenis itu. Hsil ekstraksi itu disuntikan sebagai antigen kelam darah marmot atau kelinci, yang dengan dimasukinya ndengan benda asing itu dalam serum darahnya akan membentuk antibodi.
Jelas kiranya bahwa metode ini merupakan metode yang cukup rumit yang tidak dikuasai oleh rata-ratanya ahli biologi, hingga aspek ini tidak begitu banyak oleh ahli-ahli taksonomi tumbuhan yang tidak memiliki latarbelakang pendidikan kimia yang kuat. Namun demikian, dikalangan ahli-ahli farmasi, melaui studi formakognosi, fitokima dan lain-lain, terutama untuk menpatkan bahan-bahan kimia dengan tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pengobatan.
(8)   Hans Halliers (Johan Gottfried Hallier) (1868 – 1932)
Diantara sekian banyak publikasinya, termuat sistem filogenetik ciptaanya, yang masih berdasarkan atas asas-asas filetik seperti yang dilakukan oleh Bessey, namun ia masih banyak menggunakan hasil-hasil penelitian dalam paleobotani, anatomi, serologi, dan antogeni. Ia menolak konsep Engler mengenai bunga yang masih dianggap primitif tetapi memilih tipe strobiloid sebagai tipe bunga yang primitif. Penangananya pada Monocotiledoneae tidak bgitu cermat terhadap yang ia lakukan pada Dicotiledoneae.
(9)   August A. Pulle (1878)
Ia menggolongkan tumbuhan berbiji dengan nama Spermatophyta, tetapi menolak konsep engler yang membagi divisi itu menjadi dua anak divisi yaitu Monocotiledoneae dan Dicotiledoneae.
(10)      Carl Skottberg (1880)
Sistem skottberg berbeda baik dengan pendapat Engler maupun Wattstein, btetapi menerima baik bebrapa pendapat Bentham dan Bessei. Seperti ia tunjukan pada penetapan Amentiferae setelah Roasales, dan berbeda pula dengan sistem Pulle dengan memepertahankanb Primulales dalam Sympatalae.
(11)        John Hutchinson (1884 – 1972)
Sistem klasifikasi Hutchinson menujukan kaitan – kaitan yang lebih dekat dengan sistemnya Bentham dan Hooker serta sistemnya Bessey dari pada Engler. Walaupun sistem Hutchinson merupkan sistem klasifikasi tumbuhan yang termasuk sistem filogenetik paling mutakhir dan cukup terperinci tetapi hanya terbatas pada tumbuhan berbiji saja dan dari golongan ini hanya sebagain yaitu angiospermae.

SISTEM KLASIFIKASI FILOGENETIK
Filogenetik merupakan kajian mengenai hubungan evolusi diantara organisme atau gen dari unit taksonomi, yang dipelajari menggunakan kombinasi antara biologi molekuler dan teknik statistik.
Dasar klasifikasi yang digunakan dalam sistem filogenetik adalah persamaan dan perbedaan sifat anatomi dan morfologi. Sistem tersebut mencerminkan urutan perkembangan serta jauh dekatnya kekerabatan antartakson, selain mencerminkan persamaan dan perbedaan sifat morfologi dan anatomi. Taksonomi filogenetikmerupakan  pengelompokan spesies atau jenis baru dengan cara analisis molekuler dan morfologi.  Jadi pada dasarnya, klasifikasi sistem filogenetik disusun berdasarkan persamaan fenotip yang mengacu pada sifat-sifat bentuk luar, faal, tingkah laku yang dapat diamati, dan pewarisan keturunan yang mengacu pada hubungan evolusioner jenis nenek moyang hingga cabang-cabang keturunannya.
Terdapat dua metode pendekatan analisis dalam ilmu sistematika filogenetik yaitu fenetik dan kladistik. Filogenetik pemisahan ke dalam hubungan evolusioner (clades), berdasarkan perbandingan genom kemungkinan akan menggantikan phenotypical (phenetic) taksonomi dari prokariota.
Pengelompokan organisme terdiri dari:
§  Phenetic sistem yaitu pengelompokan organisme berdasarkan kesamaan saling fenotipik (fisik dan kimia) karakteristik. Pengelompokan Phenetic mungkin atau tidak mungkin berkorelasi dengan hubungan evolusi.
§  Filogenetik sistem yaitu pengelompokan organisme didasarkan pada kesamaan warisan evolusi. Teknik sekuensing DNA dan RNA dianggap memberikan filogeni paling berarti.
Tujuan dari sistematika adalah untuk menciptakan suatu klasifikasi yang mencerminkan sejarah evolusi organisme. Untuk melakukan hal tersebut, diperlukan pengelompokan spesies ke dalam taksa :
1)      Monofiletik yaitu jika nenek moyang tunggalnya hanya menghasilkan semua spesies turunan dalam takson tersebut dan bukan spesies pada takson lain.
2)      Polifiletik yaitu jika anggotanya diturunkan dari dua atau lebih bentuk nenek moyang yang tidak sama bagi semua anggotanya.
3)      Parafiletik yaitu jika takson itu tidak meliputi spesies yang memiliki nenek moyang yang sama yang menurunkan spesies yang termasuk dalam takson tersebut.
Monofiletik, polifiletik dan parafiletik di ilustrasikan dalam bagan sebagai berikut:
a)      Monofiletik
Takson 1 yang terdiri dari tujuh spesies (B-H), memenuhi kualifikasi sebagai suatu pengelompokan monofiletik, yang merupakan bentuk ideal dalam taksonomi. Takson tersebut meliputi semua spesies terutama dan juga nenek moyang bersama yang paling dekat (spesies B).
b)      Polifiletik
Takson 2 suatu subkelompok di dalam takson 1 adalah polifiletik (spesies E dan G) diturunkan dari dua nenek moyang yang paling dekat (spesies C dan F). 
c)      Parafiletik
Takson 3 adalah parafiletik, spesies A dimasukan tanpa menggabungkan semua keturunan dari nenek moyang tersebut.
            Contoh tumbuhan berbunga atau Spermatophyta adalah kelompok terbesar tumbuhan yang hidup di data-data molekular, mendapati bahwa monokotil merupakan kelompok monofiletik. Tumbuhan paku (atau paku-pakuan, Pteridophyta atau Filicophyta), adalah satu divisio dengan empat kelas monofiletik: Psilotopsida, mencakup Ophioglossales.
Contoh lain adalah pengelompokkan berbagai monofiletik, terdapat kelompok besar dikotil yang monofiletik yang dinamai, sebagai contoh misalnya : Oryza sativa (padi), Zea mays(jagung), dan Musa paradisiaca. Kelompok semacam itu dikatakan sebagai kelompok monofiletik, yang dapat digambarkan. Kajian di atas membuktikan bahwa monokots adalah monofiletik dan dikot adalah parafiletik. Satu contoh lain adalah zaitun (Olea europaea)
Ada juga tumbuhan runjung atau Pinophyta, atau lebih dikenal dengan nama konifer (Coniferae), merupakan sekelompok tumbuhan berbiji terbuka(Gymnospermae) dengan ciri yang paling jelas yaitu memiliki runjung ("cone") sebagai pembawa biji. Kelompok ini dulu dalam klasifikasi berada pada takson"kelas" namun sekarang menjadi divisio tersendiri setelah diketahui bahwa pemisahan Gymnospermae danAngiospermae secara kladistik adalah polifiletik.
Makroevolusi adalah kriteria yang mengisahkan peristiwa-peristiwa utama dalam sejarah kehidupan sebagaimana diperlihatkan oleh catatan fosil. Evolusi pada skala yang sangat besar ini mEncakup asal mula rancangan baru, seperti rahang vertebrata, postur tegak pada manusia, peningkatan ukuran otak pada mamalia, ledakan diversifikasi kelompok organisme tertentu setelah beberapa terobosan evolusi, dan kepunahan massal. Untuk mempelajari urutan-urutan perkembangan yang ada, para ilmuan biologi melakukan penelusuran terhadap filogeni makhluk hidup yang ada saat ini dan saling berkerabat dekat.
Pada awalnya para ilmuwan melakukan pelacakan filogeni dalam bentuk catatan fosil (fossil record) dengan karakteristik morfologi. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi pelacakan filogenetik dapat dilakukan dengan teknik pemeriksaan molekul (mollecular marker).
1.      Pelacakan filogeni dengan catatan fosil dan karakteristik morfologi
Catatan fosil merupakan susunan teratur di mana fosil mengendap dalam lapisan, atau strata, pada batuan sedimen yang menandai berlalunya waktu geologis. Para ahli paleontology mengumpulkan dan menterpretasikan fosil tersebut untuk menentukan umurnya dan konstribusinya dalam filogeni (Campbell dkk., 2003). Fosil terbentuk dari organisme mati yang terkubur dalam sedimen. Bahan organik dari organisme mati, umumnya terurai dengan cepat. Namun bagian yang keras dan kaya akan mineral seperti cangkang vertebrata dan protista bisa tetap bertahan sebagai fosil.
Fosil juga dapat terbentuk sebagai lapisan tipis yang  tertekan di antara lapisan-lapisan batu pasir dan serpihan. Contohnya, fosil daun tumbuhan berumur jutaan tahun dan masih tetap hijau karena mengandung klorofil. Dalam banyak penggalian, fosil juga ditemukan dalam bentuk  bebatuan yang membentuk replika organisme tersebut. Para ahli juga banyak menemukan bentuk perilaku yang terfosilisasi, seperti fosil jejak kaki, dan sarang lubang hewan. Selain itu, organisme yang mati  pada tempat di mana bakteri dan jamur tidak dapat menguraikannya, maka tubuhnya bisa terawetkan membentuk fosil. Contohnya, fosil kalajengking yang terjerat dalam resin dan berumur 30 juta tahun. Penemuan-penemuan fosil sedimen di atas, selanjutnya dijadikan dasar oleh para ilmuwan untuk merekonstruksi sejarah kehidupan.
Menurut Kimball (1999), berdasarkan catatan fosil yang ada teori evolusi memberikan gagasan bahwa semua organisme yang hidup sekarang ini pada suatu periode dalam sejarahnya mempunyai moyang sama. Secara tidak langsung hal itu menyatakan bahwa pada waktu yang lampau terdapat lebih sedikit jenis makhluk hidup, dan bahwa makhluk ini bersifat lebih sederhana. Salah satu bukti yang mendukung hal ini, adalah susunan lapisan batuan sedimen di Grand Canyon,  di mana semakin dalam menuruni lembah galian maka berkurang jenis fosil. Begitu pula pada tingkat kompleksitas fosil organisme yang ditemukan, semakin ke dalam semakin sederhana.
Menurut Campbell, dkk. (2003) penemuan fosil adalah puncak dari serangkaian kebetulan yang tidak mungkin terjadi secara bersamaan. Organisme harus mati pada tempat yang tepat pada waktu yang tepat sehingga memungkinkan terbentuknya fosil. Sebagian besar dari spesies yang pernah hidup mungkin tidak meninggalkan fosil, atau sebagian besar fosil telah hancur dan hanya sedikit yang ditemukan. Namun demikian, dalam ketidaklengkapannya catatan fosil tetap merupakan suatu dokumen yang detail mengenai filogeni dan mencakup waktu geologis yang begitu panjang. Urutan strata sedimen merekam urutan perubahan biologis, dan metode penentuan umur memberikan perkiraan masa perjadinya perubahan itu. Dengan demikian, yang terekam dalam batuan adalah kronologi perubahan lingkungan yang berkaitan dengan perubahan-perubahan akibat evolusi organisme.
Evolusi memiliki dimensi dalam ruang dan dalam waktu. Sejarah bumi telah membantu menjelaskan sebaran geografis spesies saat ini. Contohnya, munculnya pulau-pulau vulkanik seperti Galapagos membuka lingkungan baru bagi makhluk hidup dan penyebaran adaptif untuk mengisi relung yang tersedia. Di samping itu, benua mengalami pergeseran pada sepanjang waktu. Pergeseran seperti yang terjadi antara Erofa dan Amerika yang saling menjauhi menyebabkan banyak spesies yang telah berkembang dalam keadaan terisolasi bertemu dengan yang lain dan bersaing satu sama lain. Seiring dengan pemisahan benua, masing-masing daerah menjadi tempat evolusi yang terpisah, dan flora serta fauna dari alam biogeografis yang berbeda mulai menyebar. Hal ini dapat dicontohkan dengan penemuan fosil reptilian masa Trias di Ghana yang persis sama dengan yang diketemukan di Brazil. Padahal kedua daratan saat ini terpisah dengan jarak 3000 km, namun diperkirakan menyatu sebagai daratan pada awal zaman Mesozoikum.
2.      Pelacakan filogeni dengan teknik molecular marker
Dalam perspektif ini filogeni merupakan deskripsi hubungan gen, protein atau spesies. Dalam filogeni diasumsikan objek yang diteliti berhubungan melalui evolusi.  Pohon filogeni digunakan untuk menunjukkan hubungan evolusi antar organisme. Analisis filigenetik ini memerlukan data yang tepat untuk menentukan pohon filogenetik yang tepat. Data yang tepat untuk analisis filigenetik berupa (1) taxa, yaitu kelompok organisme yang ingin diketahui hubungan evolusinya. (2)karakter, yaitu daftar sifat organisme dan beberapa anggota kelompok memiliki sifat yang berbeda (character states).
Pendekatan klasik dalam filogeni menggunakan karakteristik morfologi untuk mempelajari hubungan antar spesies.  Selanjutnya berkembang Molecular Phylogeny, yang menggunakan data molekuler untuk menentukan hubungan antar spesies.  Molecular phylogenetics bertujuan menentukan kecepatan dan pola-pola perubahan yang terjadi pada DNA dan protein dan merekonstruksi sejarah evolusi gen dan organisme. Adapun data yang digunakan dapat berupa karakteristik yang bervariasi seperti urutan/sekuens protein, hibridisasi DNA, frekuensi gen, urutan/sekuens DNA, data imunologi, pola-pola restriksi.
Komponen dari pohon filogeni ditampilkan pada Gambar 1.  Tiap kelompok  (branch) mewakili clade atau kelompok monophyletic, sebuah kelompok yang terdiri dari semua sampel keturunan dari satu garis nenek moyang.
http://mahmuddin.files.wordpress.com/2012/08/komponen-pohon-filogeni.png?w=229&h=272
Komponen pohon filogeni
Keterangan:
1.      Node: mewakili unit taksonomi.  Dapat berupa spesies yang ada sekarang (exist) atau nenek moyang (ancestor).
2.      Branch: menyatakan hubungan antara taxa dalam hal descent dan ancestry.
3.      Topology: pola-pola percabangan pohon kekerabatan/filogeni.
4.      Branch length: mewakili jumlah perubahan yang terjadi pada cabang.
5.      Root: nenek moyang umum (common ancestor) dari semua taxa.
6.      Distance scale: skala yang mewakili jumlah perbedaan antara organisme atau sekuens.
7.      Clade: sebuah kelompok dari dua atau lebih taxa atau sekuens DNA termasuk common ancestor dan seluruh keturunannya (descendents).
8.      Operational Taxonomic Unit (OTU): level taksonomi sample yang diseleksi oleh pengguna yang akan digunakan dalam studi, misalnya individu, populasi, spesies, genus atau strain bakteri.






DAFTAR PUSTAKA

Rifai, M. A. 1976. Sendi – sendi Botani Sistematika. Herbarium Bogoniense. Bogor
Rifai, M. A. 1973. Kode Internasional Tata Nama Tumbuhan. Herbarium Bogoniense. Bogor
Tjirosoepomo, G. 1969. Beberapa persoalan Tentang Nomenklatur Tumbuhan. Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar UGM. Yogyakarta
Tjirosoepomo, G. 1969. Taksonomi Hukum. Yogyakarta: UGM Press

3 komentar:

  1. MAKACH INFONYA ALHMDULILLAH SANGAT BERMANFAAT UNTUK TAMBAHAN INFO BUAT ANAK2 KAMI

    BalasHapus
  2. Do do do re mi fa so la si do ok do re mi fa beeeeetoooooo(beat).#kamenrider taddle quest doremifa beat.:v

    BalasHapus
  3. Use this diet hack to drop 2 lb of fat in just 8 hours

    At least 160 thousand men and women are trying a easy and secret "liquid hack" to burn 1-2 lbs each night while they sleep.

    It is easy and works every time.

    This is how to do it yourself:

    1) Grab a drinking glass and fill it half the way

    2) And now learn this weight loss HACK

    and become 1-2 lbs thinner when you wake up!

    BalasHapus