SISTEM
FILOGENETIK DAN
SISTEM
FENETIK
OLEH
:
MIKAEL
C SITINJAK
NURLAINI
LAILI
RATNA
HAIRANI
RR
SHOFIYAH NUR RAHMAH
WINNY
FAHILLA RISTI
BIOLOGI
ND A 2013
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
NEGERI MEDAN
MEDAN
2014
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Tumbuhan yang
ada di bumi ini sangat banyak dan beraneka ragam. Bahkan di tiap daerah
memiliki jenis makhluk hidup yang khas, yang tidak ditemukan di daerah
lain. Adanya keanekaragaman tumbuhan ini menjadi suatu masalah dalam
mengenal dan mempelajarinya. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem yang
mengatur keanekaragaman yang ada. Dengan latar belakang ini, ada seorang tokoh
Yunani yang mencetuskan ilmu taksonomi yaitu Theoprates pada tahun 370-285
SM yang kemudian dikembangkan oleh tokoh dari Swedia. Ilmu taksonomi ini
merupakan ilmu tentang klasisikasi, identifikasi dan tatanama makhluk hidup.
Ilmu
taksonomi ini bertujuan untuk mempermudah pengenalan dan pembelajaran terhadap
makhluk hidup serta mempermudah dalam mengkomunikasikannya kepada orang lain.
Ilmu taksonomi ini senantiasa berkembang dari masa ke masa, sehingga muncul
tokoh - tokoh baru dalam taksonomi dan pendapat – pendapat serta teori - teori
tentang taksonomi. Ilmu taksonomi ini melahirkan berbagai sistem klasifikasi
yang berbeda – beda sesuai dengan dasar yang digunakan dalam kegiatan itu.
Sistem klasifikasi yang dilahirkan dalam sejarah perkembangan taksonomi yaitu
periode tertua yang belum memiliki sistem formal, sistem habitus, sistem
numerik, sistem filogenik dan sistem kontemporer yang kemudian akan
dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.
Kekerabatan
merupakan salah satu aspek yang dipelajari dalam taksonomi hewan yang mencakup
dua pengertian, yaitu kekerabatan filogenetik dan kekerabatn fenetik.
Kekerabatan filogenetik merupakan kekerabatan yang didasarkan pada hubungan
filogeni antara takson yang satu dengan takson yang lain. Sedangkan kekerabatan
fenetik merupakan kekerabatan yang didasarkan pada persamaan dan perbedaan
ciri-ciri yang tampak pada takson(Clifford dan Stephenson, 1975).
Penentuan
kekerabatan filogenetik mutlak diperlukan fosil yang representatif yang dapat
memberikan gambaran hubungan antara suatu taksondengan takson lain. Kekerabatan
filogenetik sulit dipelajari tanpa tersedianya fosil yang representatif
tersebut. Penentuan kekerabatan fenetik dapat dilakukan secara kualitatif
dan kuantitaif. Kekerabatan fenetik secara kualitaif umumnya dilakukan dengan
cara membandingkan persamaan dan perbedaan suatu ciri-ciri taksonomik yang
dimiliki oleh masing-masing takson.
Mayr
dan Ashlock (1991) menyebutkan bahwa ciri taksonomik meliputi ciri morfologi,
anatomi, fisiologi, ekologi, dan geografi. Ciri yang dibandingkan sebanyak
mungkin paling tidak ada 50 ciri. Makin banyak jumlah ciri yang yang mirip
antara dua takson yang di bandingkan, berarti makin dekat hubungan
kekerabatanya dan sebaliknya. Hasil perbandingan antara ciri yang mirip
dengan semua ciri yang digunakan berupa nilai rata-rata kemiripan ciri,
sekaligus menunjukan tingkat hubungan kekerabatan antara taksa yang
dibandingakan. Nilai rata-rata kemiripan ciri, selanjutnya dapat digunakan
untuk membuat fenogram (Djuhanda, 1981).
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Sistem
Filogenetik dari Pertengahan abad ke 19 hingga sekarang
Teori
evolusi, teori desendens atau teori keturunan seperti yang diciptakan oleh
darwin merupakan suatru teori hingga sekarang oleh sebagian orang terutama
tokoh agama masih dianggap kontroversial dan tetap ditentang kendati ajaran itu
tetap diterima dan cepat tersebar luas dikalangan kaum ilmuan yang begitu
fanatik terhadap teori ini sampai ada yang menyatakan, bahwa “ evolusi
bukannya teori lagi, tetapi adalah suatu aksioma yang tidak perlu diragukan
kebenarannya, dan oleh krenanya tidak perlu diperdebatkan lagi “.
Sistem
klasifikasi dalam periode ini berupaya untuk mengadakan penggolongan tumbuhan
yang sekaligus mencerminkan urutan - urutan golongan itu dalam sejarah
perkembangan filogenetiknya dan demikian juga menunjukan jauh dekatnya hubungan
kekerabatan yang satu dengan yang lain. Jadi dalam klasifikasi ini dasar yang
digunakan adalah “filogeni” dan dari sini lahirlah nama “sistem filogenetik”
kenyataanya, bahwa kemudian muncul sistem klasifikasi yang berbeda, membuktikan
bahwa persepsi dan interpretasi para ahli biologi mengenai yang disebut
filogeni itu masih berbeda – beda.
Contoh
tokoh – tokoh ahli taksonomi tumbuhan filogenetik sebagai berikut :
(1) Alexander
Braun (1805 – 1877)
Merupakan
seorang ahli tumbuhan yang dikenal sebagai pakar morfologi dan pengenal baik
“Flora Eropa Tengah”. Sebagai pelopor sistem filogenetik ia membedakan tumbuhan
seperti dibawah ini :
·
Tingkat Briophyta :
I.
Kelas Thallodae (Algae, Lichenes, Fungi)
II.
Kelas Thallophyllodae (Chorinae,
Muscinae)
· Tingkat
Cormophyta (Felices)
· Tingkat
Anthophyta
I.
Bagian besar Gymnospermae
II. Bagian
besar Angiospermae
II.a
Kelas
Monocotyledonae
II.b
Kelas
Dicotiledonae (Apetalae, Sympetalae, Eleutheropetalae)
(2) A.W.
Eichler (1839 – 1887)
Seorang
ahli tumbuhan yang sangat termashur karena publikasinya melalui diagram –
diagram bunga, dan editor Flora Braziliensis yang ditulis oleh von
Martius (1794 – 1868), yang waktu menjadi guru besar di Munich pernah
mengambil Eichler sebagai asitennya. Eichler juga pernah menjadi penulisbab
tentang Coniferaedalam edisi pertama buku Die Naturlichen Pllanzen familienyang
diterbitkan oleh engler (1844 – 1930) dan K. Prantl.
Klasifikasi
alam tumbuhan menurut Eichler adalah sebagai berikut :
A.
Crytogamae
a)
Afdeling Thallophyta
·
Kelas Algae
·
Kelas Fungi (sebagai kelompok demikian
pula Lichenes)
b) Afdeling
bryophyte
c) Afdeling
Pterydophyta
B.
Phanerogamae
a)
Afdeling Gymnospermae
b)
Afdeling Panerogamae
·
Kelas Monokotiledoneae
·
Kelas Dikotiledonae
(3)
Adolp Engler (1844-1930)
Merupakan
ahli taksonomi tumbuhan yang berkebangsaan Jerman yang sangat termashur,
penulis atau editor sejumlah karya-karya dalam taksonomi yang sangat penting,
antara lain Die Naturlichen Pflanzenfamilien yang meliputi lebih dari 20 jilid
dari bersama-sama dengan K. Prantl. Sistem engler membagi alam tumbuhan dalam
sejumlah Afdeling yang garis-garis besarnya sebagai berikut :
a)
Afdeling Schizophyta
b)
Afdeling Phytosarcodyna
c)
Afdeling Flagellatae
d)
Afdeling Diniflagellatae
e)
Afdeling Bachilariophyta
f)
Afdeling Conjugate
g)
Afdeling Clorophyceae
h)
Afdeling Charophytae
i)
Afdeling Phaeophyceae
j)
Afdeling Rhodophyceae
k)
Afdeling Eumycetes
l)
Afdeling embryophyta asiphonogama
·
Sub Afdeling Bryophyita
·
Sub Afdeling Pteridophyta
m)
Afdeling Embryophyta siphonogama
·
Sub Afdeling gymnospermae
·
Sub Afdeling Angiospermae
Kelas Monocotiledoneae
Kelas Dicotyledoneae
Salah
satu penyebab mengapa engler diterima secara luas oleh ahli – ahli tumbuhan
ialah karena engler dan Plantl dalam bukunya Die Naturlichen Pflanzenfamilien
menerapkan sitemnya untuk seluruh tumbuhan mulai dari Algae sampai kepada
Spermatophyta. Engler berpendapat bahwa Monocotiledoneae lebih primitif dari
pada Dicotiledoneae, dan bahwa Orchidaceae (anggrek) lebih maju dari pada
Gramineae (rumput).
(4) Charles
E. Besseu (1845 – 1915)
Menjadi
orang pertama yang menyajikan suatu sistem klasifikasi secara filogenetik. Ia
tidak dapat menrima hipotesi – hipotesisnya Eichler dan Engler, dan sebagai
ahli ilmu tumbuhan sangat dipengaruhi masalah asalnya jenis dan teori evolusi
seperti yang dikemukakan oleh darwin dan wallace. Pada umunya sistem Bessey
adalah seperti sistemnya Benthan dan Hooker yang ditatakembali dengan
menerapkan asas-asas evaluasi dengan mengubah istilah “cohor” menjadi “bangsa”
(ordo), “orders” menjadi “suku” (familia).
(5) Richard
Wettstein (1862 – 1831)
Salah
seorang guru besar ilmu tumbuhan di Winadimana dalam sistem klasifikasinya
menggunakan istilah “stamm” untuk kategori tertinggi barangkali sering
menggunakan kata “divisi”. “Abteilung” untuk bagian “stamm” yang barangkali
dapat dinamakan sekarang dengan “anak divisi”. Selain itu dia juga masih
menggunakan istilah “unter abteilung” yang sekarang sukar dicari padananya.
(6) Alfred
B. Rendle (1865 – 1939
Ia
terkenal bukan hanya studinya mengenai Gramineae, Oricidaceae, Najadaceaetetapi
juga karena kepemimpinanyabertalian dengan penyusuan peraturan-peraturan
pemberian nama secar internasional. Ia juga menulis Classification of Flowering
Plants yang terdiri atas dua jilid, yang memuat sistem kjlasifikasinya yang
pada dasarnya mengikuti sistemnya Engler dan Prantl. Sistem ciptaan Rendle
lebih merupakan sistem filogenetik modern dalam arti yang sesungguhnya. Seperti
Engler dan Plantl, ia juga berpendapat bahwa Monocotiledoneae adalah golongan
paling primitif dibandingkan dengan Dicotiledoneae.
(7) Karl
C. Mets (1866 – 1944)
Metode
penetuan jauh dekatnya hubungan kekerabatan antar tumbuhan yang dikembangkan
Metz dan dibantu oleh Ziengenpix ini timbul dari anggapan bahwa setiap jenis
tumbuhan mengandung protein yang pas bagi jenis itu dan timbul lain yang
mempunyai hubungan kekerabatan dengan jenis itu di anggap mempunyai protein
yang sejenis yang dpat dibuktikan melalui reaksi serologi atau teori
serodinostik. Metode ini ternyata berkembang pesat dalam fiorlogi dan lazim
diterapkan dalam mengidentifiikasi virus. Penerpannya dalam duniaa tumbuhan
adlah sebagai berikut, mulai dari suatu jenis tumbuhan yang telah diketahui
identifikasinya diakstrasi protein yang dianggap karasteristik untuk jenis itu.
Hsil ekstraksi itu disuntikan sebagai antigen kelam darah marmot atau kelinci,
yang dengan dimasukinya ndengan benda asing itu dalam serum darahnya akan
membentuk antibodi.
Jelas
kiranya bahwa metode ini merupakan metode yang cukup rumit yang tidak dikuasai
oleh rata-ratanya ahli biologi, hingga aspek ini tidak begitu banyak oleh
ahli-ahli taksonomi tumbuhan yang tidak memiliki latarbelakang pendidikan kimia
yang kuat. Namun demikian, dikalangan ahli-ahli farmasi, melaui studi
formakognosi, fitokima dan lain-lain, terutama untuk menpatkan bahan-bahan
kimia dengan tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pengobatan.
(8) Hans
Halliers (Johan Gottfried Hallier) (1868 – 1932)
Diantara
sekian banyak publikasinya, termuat sistem filogenetik ciptaanya, yang masih
berdasarkan atas asas-asas filetik seperti yang dilakukan oleh Bessey, namun ia
masih banyak menggunakan hasil-hasil penelitian dalam paleobotani, anatomi,
serologi, dan antogeni. Ia menolak konsep Engler mengenai bunga yang masih
dianggap primitif tetapi memilih tipe strobiloid sebagai tipe bunga yang
primitif. Penangananya pada Monocotiledoneae tidak bgitu cermat terhadap yang ia
lakukan pada Dicotiledoneae.
(9) August
A. Pulle (1878)
Ia
menggolongkan tumbuhan berbiji dengan nama Spermatophyta, tetapi menolak konsep
engler yang membagi divisi itu menjadi dua anak divisi yaitu Monocotiledoneae
dan Dicotiledoneae.
(10) Carl
Skottberg (1880)
Sistem
skottberg berbeda baik dengan pendapat Engler maupun Wattstein, btetapi
menerima baik bebrapa pendapat Bentham dan Bessei. Seperti ia tunjukan pada
penetapan Amentiferae setelah Roasales, dan berbeda pula dengan sistem Pulle
dengan memepertahankanb Primulales dalam Sympatalae.
(11)
John Hutchinson (1884 – 1972)
Sistem
klasifikasi Hutchinson menujukan kaitan – kaitan yang lebih dekat dengan
sistemnya Bentham dan Hooker serta sistemnya Bessey dari pada Engler. Walaupun
sistem Hutchinson merupkan sistem klasifikasi tumbuhan yang termasuk sistem
filogenetik paling mutakhir dan cukup terperinci tetapi hanya terbatas pada
tumbuhan berbiji saja dan dari golongan ini hanya sebagain yaitu angiospermae.
SISTEM KLASIFIKASI FILOGENETIK
Filogenetik
merupakan kajian mengenai hubungan evolusi diantara organisme atau gen dari
unit taksonomi, yang dipelajari menggunakan kombinasi antara biologi molekuler
dan teknik statistik.
Dasar
klasifikasi yang digunakan dalam sistem filogenetik adalah persamaan dan
perbedaan sifat anatomi dan morfologi. Sistem tersebut mencerminkan urutan
perkembangan serta jauh dekatnya kekerabatan antartakson, selain mencerminkan
persamaan dan perbedaan sifat morfologi dan anatomi. Taksonomi
filogenetikmerupakan pengelompokan spesies atau jenis baru dengan
cara analisis molekuler dan morfologi. Jadi pada dasarnya,
klasifikasi sistem filogenetik disusun berdasarkan persamaan fenotip yang
mengacu pada sifat-sifat bentuk luar, faal, tingkah laku yang dapat diamati,
dan pewarisan keturunan yang mengacu pada hubungan evolusioner jenis nenek
moyang hingga cabang-cabang keturunannya.
Terdapat
dua metode pendekatan analisis dalam ilmu sistematika filogenetik yaitu fenetik
dan kladistik. Filogenetik pemisahan ke dalam
hubungan evolusioner (clades), berdasarkan perbandingan genom kemungkinan akan
menggantikan phenotypical (phenetic) taksonomi dari prokariota.
Pengelompokan
organisme terdiri dari:
§ Phenetic
sistem yaitu pengelompokan organisme berdasarkan kesamaan saling fenotipik
(fisik dan kimia) karakteristik. Pengelompokan Phenetic mungkin atau tidak
mungkin berkorelasi dengan hubungan evolusi.
§ Filogenetik
sistem yaitu pengelompokan organisme didasarkan pada kesamaan warisan evolusi.
Teknik sekuensing DNA dan RNA dianggap memberikan filogeni paling berarti.
Tujuan
dari sistematika adalah untuk menciptakan suatu klasifikasi yang mencerminkan
sejarah evolusi organisme. Untuk melakukan hal tersebut, diperlukan
pengelompokan spesies ke dalam taksa :
1)
Monofiletik yaitu jika nenek moyang
tunggalnya hanya menghasilkan semua spesies turunan dalam takson tersebut dan
bukan spesies pada takson lain.
2)
Polifiletik yaitu jika
anggotanya diturunkan dari dua atau lebih bentuk nenek moyang yang tidak sama
bagi semua anggotanya.
3)
Parafiletik yaitu jika takson itu
tidak meliputi spesies yang memiliki nenek moyang yang sama yang menurunkan
spesies yang termasuk dalam takson tersebut.
Monofiletik,
polifiletik dan parafiletik di ilustrasikan dalam bagan sebagai berikut:
a) Monofiletik
Takson
1 yang terdiri dari tujuh spesies (B-H), memenuhi kualifikasi sebagai suatu
pengelompokan monofiletik, yang merupakan bentuk ideal dalam taksonomi. Takson
tersebut meliputi semua spesies terutama dan juga nenek moyang bersama yang
paling dekat (spesies B).
b) Polifiletik
Takson
2 suatu subkelompok di dalam takson 1 adalah polifiletik (spesies E dan G)
diturunkan dari dua nenek moyang yang paling dekat (spesies C dan F).
c) Parafiletik
Takson
3 adalah parafiletik, spesies A dimasukan tanpa menggabungkan semua keturunan
dari nenek moyang tersebut.
Contoh tumbuhan
berbunga atau Spermatophyta adalah kelompok terbesar tumbuhan yang hidup di
data-data molekular, mendapati bahwa monokotil merupakan kelompok monofiletik. Tumbuhan paku (atau paku-pakuan, Pteridophyta
atau Filicophyta), adalah satu divisio dengan empat kelas monofiletik:
Psilotopsida, mencakup Ophioglossales.
Contoh
lain adalah pengelompokkan berbagai monofiletik, terdapat kelompok besar
dikotil yang monofiletik yang dinamai, sebagai contoh misalnya : Oryza
sativa (padi), Zea mays(jagung), dan Musa paradisiaca. Kelompok
semacam itu dikatakan sebagai kelompok monofiletik, yang dapat digambarkan.
Kajian di atas membuktikan bahwa monokots adalah monofiletik dan dikot adalah
parafiletik. Satu contoh lain adalah zaitun (Olea europaea)
Ada
juga tumbuhan runjung atau Pinophyta, atau lebih dikenal dengan
nama konifer (Coniferae), merupakan sekelompok tumbuhan berbiji terbuka(Gymnospermae)
dengan ciri yang paling jelas yaitu memiliki runjung ("cone")
sebagai pembawa biji. Kelompok ini dulu dalam
klasifikasi berada pada takson"kelas"
namun sekarang menjadi divisio tersendiri
setelah diketahui bahwa pemisahan Gymnospermae danAngiospermae secara kladistik adalah polifiletik.
Makroevolusi adalah kriteria yang
mengisahkan peristiwa-peristiwa utama dalam sejarah kehidupan sebagaimana
diperlihatkan oleh catatan fosil. Evolusi pada skala yang sangat besar ini mEncakup asal mula rancangan baru, seperti
rahang vertebrata, postur tegak pada manusia, peningkatan ukuran otak pada
mamalia, ledakan diversifikasi kelompok organisme tertentu setelah beberapa
terobosan evolusi, dan kepunahan massal. Untuk mempelajari urutan-urutan
perkembangan yang ada, para ilmuan biologi melakukan penelusuran terhadap
filogeni makhluk hidup yang ada saat ini dan saling berkerabat dekat.
Pada awalnya para ilmuwan melakukan
pelacakan filogeni dalam bentuk catatan fosil (fossil record) dengan
karakteristik morfologi. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi pelacakan
filogenetik dapat dilakukan dengan teknik pemeriksaan molekul (mollecular
marker).
1. Pelacakan filogeni dengan catatan
fosil dan karakteristik morfologi
Catatan
fosil merupakan susunan teratur di mana fosil mengendap dalam lapisan, atau
strata, pada batuan sedimen yang menandai berlalunya waktu geologis. Para ahli
paleontology mengumpulkan dan menterpretasikan fosil tersebut untuk menentukan
umurnya dan konstribusinya dalam filogeni (Campbell dkk., 2003). Fosil
terbentuk dari organisme mati yang terkubur dalam sedimen. Bahan organik dari
organisme mati, umumnya terurai dengan cepat. Namun bagian yang keras dan kaya
akan mineral seperti cangkang vertebrata dan protista bisa tetap bertahan
sebagai fosil.
Fosil
juga dapat terbentuk sebagai lapisan tipis yang tertekan di antara
lapisan-lapisan batu pasir dan serpihan. Contohnya, fosil daun tumbuhan berumur
jutaan tahun dan masih tetap hijau karena mengandung klorofil. Dalam banyak
penggalian, fosil juga ditemukan dalam bentuk bebatuan yang membentuk
replika organisme tersebut. Para ahli juga banyak menemukan bentuk perilaku
yang terfosilisasi, seperti fosil jejak kaki, dan sarang lubang hewan. Selain
itu, organisme yang mati pada tempat di mana bakteri dan jamur tidak
dapat menguraikannya, maka tubuhnya bisa terawetkan membentuk fosil. Contohnya,
fosil kalajengking yang terjerat dalam resin dan berumur 30 juta tahun.
Penemuan-penemuan fosil sedimen di atas, selanjutnya dijadikan dasar oleh para
ilmuwan untuk merekonstruksi sejarah kehidupan.
Menurut
Kimball (1999), berdasarkan catatan fosil yang ada teori evolusi memberikan
gagasan bahwa semua organisme yang hidup sekarang ini pada suatu periode dalam
sejarahnya mempunyai moyang sama. Secara tidak langsung hal itu menyatakan
bahwa pada waktu yang lampau terdapat lebih sedikit jenis makhluk hidup, dan
bahwa makhluk ini bersifat lebih sederhana. Salah satu bukti yang mendukung hal
ini, adalah susunan lapisan batuan sedimen di Grand Canyon, di mana
semakin dalam menuruni lembah galian maka berkurang jenis fosil. Begitu pula
pada tingkat kompleksitas fosil organisme yang ditemukan, semakin ke dalam
semakin sederhana.
Menurut
Campbell, dkk. (2003) penemuan fosil adalah puncak dari serangkaian kebetulan
yang tidak mungkin terjadi secara bersamaan. Organisme harus mati pada tempat
yang tepat pada waktu yang tepat sehingga memungkinkan terbentuknya fosil.
Sebagian besar dari spesies yang pernah hidup mungkin tidak meninggalkan fosil,
atau sebagian besar fosil telah hancur dan hanya sedikit yang ditemukan. Namun
demikian, dalam ketidaklengkapannya catatan fosil tetap merupakan suatu dokumen
yang detail mengenai filogeni dan mencakup waktu geologis yang begitu panjang.
Urutan strata sedimen merekam urutan perubahan biologis, dan metode penentuan
umur memberikan perkiraan masa perjadinya perubahan itu. Dengan demikian, yang
terekam dalam batuan adalah kronologi perubahan lingkungan yang berkaitan
dengan perubahan-perubahan akibat evolusi organisme.
Evolusi
memiliki dimensi dalam ruang dan dalam waktu. Sejarah bumi telah membantu
menjelaskan sebaran geografis spesies saat ini. Contohnya, munculnya
pulau-pulau vulkanik seperti Galapagos membuka lingkungan baru bagi makhluk
hidup dan penyebaran adaptif untuk mengisi relung yang tersedia. Di samping
itu, benua mengalami pergeseran pada sepanjang waktu. Pergeseran seperti yang
terjadi antara Erofa dan Amerika yang saling menjauhi menyebabkan banyak
spesies yang telah berkembang dalam keadaan terisolasi bertemu dengan yang lain
dan bersaing satu sama lain. Seiring dengan pemisahan benua, masing-masing
daerah menjadi tempat evolusi yang terpisah, dan flora serta fauna dari alam
biogeografis yang berbeda mulai menyebar. Hal ini dapat dicontohkan dengan
penemuan fosil reptilian masa Trias di Ghana yang persis sama dengan yang
diketemukan di Brazil. Padahal kedua daratan saat ini terpisah dengan jarak
3000 km, namun diperkirakan menyatu sebagai daratan pada awal zaman Mesozoikum.
2. Pelacakan filogeni dengan
teknik molecular marker
Dalam
perspektif ini filogeni merupakan deskripsi hubungan gen, protein atau spesies.
Dalam filogeni diasumsikan objek yang diteliti berhubungan melalui
evolusi. Pohon filogeni digunakan untuk menunjukkan hubungan evolusi
antar organisme. Analisis filigenetik ini memerlukan data yang tepat untuk
menentukan pohon filogenetik yang tepat. Data yang tepat untuk analisis
filigenetik berupa (1) taxa, yaitu kelompok organisme yang ingin
diketahui hubungan evolusinya. (2)karakter, yaitu daftar sifat organisme
dan beberapa anggota kelompok memiliki sifat yang berbeda (character states).
Pendekatan
klasik dalam filogeni menggunakan karakteristik morfologi untuk mempelajari
hubungan antar spesies. Selanjutnya berkembang Molecular
Phylogeny, yang menggunakan data molekuler untuk menentukan hubungan antar
spesies. Molecular phylogenetics bertujuan menentukan
kecepatan dan pola-pola perubahan yang terjadi pada DNA dan protein dan
merekonstruksi sejarah evolusi gen dan organisme. Adapun data yang digunakan dapat
berupa karakteristik yang bervariasi seperti urutan/sekuens protein,
hibridisasi DNA, frekuensi gen, urutan/sekuens DNA, data imunologi, pola-pola
restriksi.
Komponen
dari pohon filogeni ditampilkan pada Gambar 1. Tiap kelompok (branch)
mewakili clade atau kelompok monophyletic, sebuah kelompok
yang terdiri dari semua sampel keturunan dari satu garis nenek moyang.
Komponen pohon filogeni
Keterangan:
1. Node: mewakili unit taksonomi.
Dapat berupa spesies yang ada sekarang (exist) atau nenek moyang (ancestor).
2. Branch: menyatakan hubungan antara taxa
dalam hal descent dan ancestry.
3. Topology: pola-pola percabangan pohon
kekerabatan/filogeni.
4. Branch length: mewakili jumlah perubahan yang
terjadi pada cabang.
5. Root: nenek moyang umum (common
ancestor) dari semua taxa.
6. Distance scale: skala yang mewakili jumlah
perbedaan antara organisme atau sekuens.
7. Clade: sebuah kelompok dari dua atau
lebih taxa atau sekuens DNA termasuk common ancestor dan seluruh keturunannya
(descendents).
8. Operational Taxonomic Unit (OTU): level taksonomi sample yang
diseleksi oleh pengguna yang akan digunakan dalam studi, misalnya individu,
populasi, spesies, genus atau strain bakteri.
DAFTAR PUSTAKA
Rifai, M. A. 1976. Sendi
– sendi Botani Sistematika. Herbarium Bogoniense. Bogor
Rifai, M. A. 1973. Kode
Internasional Tata Nama Tumbuhan. Herbarium Bogoniense. Bogor
Tjirosoepomo, G. 1969. Beberapa persoalan Tentang Nomenklatur Tumbuhan. Pidato Pengukuhan
sebagai Guru Besar UGM. Yogyakarta
Tjirosoepomo, G. 1969. Taksonomi Hukum. Yogyakarta: UGM Press
MAKACH INFONYA ALHMDULILLAH SANGAT BERMANFAAT UNTUK TAMBAHAN INFO BUAT ANAK2 KAMI
BalasHapusDo do do re mi fa so la si do ok do re mi fa beeeeetoooooo(beat).#kamenrider taddle quest doremifa beat.:v
BalasHapusUse this diet hack to drop 2 lb of fat in just 8 hours
BalasHapusAt least 160 thousand men and women are trying a easy and secret "liquid hack" to burn 1-2 lbs each night while they sleep.
It is easy and works every time.
This is how to do it yourself:
1) Grab a drinking glass and fill it half the way
2) And now learn this weight loss HACK
and become 1-2 lbs thinner when you wake up!